Welcome to Men’s Stream!

by 23.19 0 komentar

Selamat datang di sebuah –kami menyebutnya– kawah yang serupa dengan kawah candradimuka yang digunakan oleh Tutuka yang digembleng hingga menjadi Gatotkaca. Men’s Stream secara harfiah berarti arus pria atau aliran pria yang memang dengan nama ini diharapkan Men’s Stream dapat menjadi tempat lelaki menempa diri menjadi seorang pria yang berkehidupan lebih maksimal dengan jalan yang telah ditunjukkan oleh para pendahulu dari era yang sangat kuno hingga di era modern ini. Mengapa tidak dinamakan Stream of Men padahal artinya sama? Sebab Men’s Stream memiliki kesamaan bunyi dengan kata “mainstream”, hal ini disengaja sebagai simbol akan dua hal: 1. Men’s Stream itu berbeda dengan mainstream, 2. Men’s Stream kelak menggantikan hal yang kini mainstream sehingga Men’s Stream menjadi mainstream.

Sesuai dengan gambar, bahwasannya ada perbedaan antara “fate” dan “destiny” yang keduanya diterjemahkan di Bahasa Indonesia menjadi “takdir”. Perbedaan “fate” dan “destiny” adalah “fate” merupakan kondisi yang melingkupi seseorang ketika dia dilahirkan adapun “destiny” adalah kondisi yang dipilih seseorang untuk menjadi bagian kehidupannya. Menetapkan suatu hal sebagai “destiny” kita memiliki konsekuensi untuk menghadirkan perjuangan dalam mencapai hal tersebut yang terkadang dalam usaha meraihnya dengan menghadapi dunia yang menghalanginya. “Destiny” lebih tinggi dan berbobot dari “fate” dari sisi bahwa ada unsur pilihan dan perjuangan di dalamnya.

Terlahir sebagai seorang laki-laki dengan berbagai potensi biologis yang besar merupakan suatu “fate” namun menjadi seorang pria/man membutuhkan lebih dari sekadar “batang”, “bola”, “kecebong”, dan testosteron. It needs more to be a man. Menjadi seorang pria tidak luput dari mispersepsi yang menghalangi laki-laki untuk berproses menjadi seorang pria, salah satu mispersepsi itu seperti ini: “menjadi seorang pria itu tidak perlu pakai belajar-belajar segala apalagi cuma via akun LINE, baca di internet, sudah nanti bakal bisa jadi pria sendiri seiring berjalannya waktu”. Mispersepsi ini sedikit banyak mempengaruhi laki-laki sehingga lebih enggan untuk belajar menjadi seorang pria ditambah lagi dengan gengsi karena menganggap bahwa apabila dirinya belajar menjadi seorang pria maka itu adalah suatu hal yang rendahan dan sangat bukan pria. Men’s Stream akan menjelaskan mengapa persepsi itu tidak benar.

Penelitian antropologi dan budaya mengenai kultur-kultur kepriaan/manliness atau maskulinitas di berbagai belahan wilayah dunia dan berbagai masa memperlihatkan bahwa tidak ada laki-laki yang secara otodidak menjadi seorang pria, setiap laki-laki yang berproses menjadi pria tidak pernah sendirian. Di era pra-modern (dengan kita asumsikan era modern dimulai ketika rennaisance), kepriaan/manliness diajarkan melalui suku/tribes atau perkampungan lokal/village bahkan pada era itu menjadi penting untuk seorang laki-laki terlibat dalam lokalitas agar memperoleh pengakuan akan eksistensi dirinya sebagai pria yang hal ini di era modern kehilangan relevansinya, meskipun demikian, di era modern menjadi seorang laki-laki tetap memerlukan mentor setidaknya satu orang dan komunitas/kelompok setidaknya satu kelompok untuk membimbingnya menjadi pria.

Soekarno, dengan H.O.S. Tjokroaminoto sebagai mentor dan dengan kos Peneleh dengan teman-teman sejawatnya seperti Semaoen, Kartosuwiryo, dan kawan-kawan lain sebagai komunitas, mengantarkan Soekarno sebagai sosok dengan kondisi fisik prima, gagasan pemikiran cemerlang, dan pergerakan yang mapan sebagai perjuangan bangsanya meraih kemerdekaan. That’s a man. Mohammad Hatta tanpa berhimpun dengan pemuda-pemuda asal Sumatera, Jawa, Sulawesi, dan wilayah jajahan Belanda lain ketika dikuliahkan ke Belanda sebagai komunitas, barangkali Mohammad Hatta yang kita kenal gagasannya yang luar biasa tidak akan lahir. That’s a man.
Sebut pria luar biasa manapun yang dapat kamu jadikan sebagai sosok teladan dan periksalah biografinya, tidak akan ada yang “selalu sendiri tanpa mentor tanpa kelompok” dalam perjalanannya, setidaknya ada satu fase hidupnya yang ditempa oleh sang mentor dan bergerak dalam kelompok meskipun pada tahap berikutnya dia memilih untuk menyendiri dalam memaksimalkan kualitas dirinya sebagai seorang pria.

Mentor dan komunitas diperlukan setidaknya satu yang dapat ditemui langsung. Mentor bisa jadi Bapak, Guru, Ustadz, Kyai, Coach, dan bahkan satpam komplek perumahan atau kampus juga bisa. Komunitas bisa jadi dengan teman sekampus, sekantor, sesekolah, sekampung, seperumahan, atau bikin sendiri dengan orang-orang baru dikenal yang punya minat sama juga tidak mengapa. Adapun tambahannya tidak mengapa mengambil mentor dan komunitas via online, di internet terdapat berbagai situs yang mampu menjadi rujukan untuk membangun diri menjadi seorang pria, dan Men’s Stream adalah salah satu upaya untuk itu sebab jarang sekali terdengar di Indonesia ini yang peduli dengan hal seperti ini.

Jadi, mulailah berproses, sebab menjadi seorang pria adalah “destiny” yang diperlukan pilihan dan perjuangan untuk meraihnya. Dunia membutuhkan pria terbaik agar menjadi lebih sejahtera, meskipun dunia itu hanya sebatas keluarga sendiri saja namun lebih baik daripada hanya menjadi benalu bagi orang lain dan masyarakat. Selamat datang di Men’s Stream! Selamat memulai perjalanan!

Unknown

Developer

Cras justo odio, dapibus ac facilisis in, egestas eget quam. Curabitur blandit tempus porttitor. Vivamus sagittis lacus vel augue laoreet rutrum faucibus dolor auctor.

0 komentar:

Posting Komentar